Rabu, 16 Desember 2009

A.K.U I.N.G.I.N C.U.T.I


Kuhempaskan tubuhku di atas kasur sepulang kuliah. Fyuuuh...Capek. Penat. Ditambah panas Jogja yang kian menyengat. Kusadari, tubuhku begitu lemah, mudah capek dan lelah. seringkali ketika bangun dari duduk, mendadak dunia berubah gelap, lalu sekonyong-konyong aku terjatuh. Roboh. Mungkin kurang darah. Entahlah, aku malas periksa. Aaah, aku memang lemah.. Namun, satu yang membuatku tetap bertahan. SEMANGAT! Semangat tholabul 'ilmi, semangat mengamalkannya, semangat mendakwahkannya, semangat berfastabiqul khairat, semangat untuk meraih ridhoNya dan menggapai cintaNya. Ya Rabb...Jangan pernah Kau biarkan api semangat itu padam...amien!
Kuhampiri cermin yang menggantung di dinding kamarku. Di sana, ada seseorang yang tak asing lagi bagiku, namun hampir saja aku melupakannya, hampir saja aku tak mengenalnya. Kuperhatikan dirinya yang juga memerhatikanku. Kutatap ia dan ia pun balas menatapku. Ah, jasad itu, betapa sering aku mendzoliminya. Wajah itu, begitu lama tak kurawat dan kini tampak pucat.
"Kau harus bertanggung jawab karena telah mengabaikan amanah Allah untuk menjaga dan memeliharaku. Kau harus tanggung jawab!" lanjutnya dengan nada ketus. Raut wajahnya memerah. Jelas sekali bahwa dia sedang marah. Padaku? Ah, biar saja!
"Kau juga egois! aku punya kewajiban lain yang harus kutunaikan. Bukan hanya ngurusin kamu!" balasku tak kalah sinis. Huh! aku jadi kesal dibuatnya. Tumben tiba-tiba dia marah?! Padahal, setiap kali ku memandang wajahnya, seulas senyum manis yang selalu kuterima. Semangat dan optimis yang memancar dari dirinya. Tapi, tidak kali ini! Ia betul-betul marah! Matanya melotot seperti ingin menelanku hidup-hidup. Nafasnya naik turun tak beraturan. Dan mulutnya, seolah ingin melumatku habis-habisan!
"Kenapa?! Kau ingin protes?? Silakan." tantangku. Aku semakin jengkel dibuatnya. Wajahku kutekuk dan kepalaku seakan mengeluarkan asap

"Boleh aku bicara?" Tiba-tiba terdengar suara lain yang ikut dalam pertengkaran kami. Sayangnya, suara ketiga ini bukan malah membelaku, tapi justru membuat posisiku semakin terpojok.
"Aku juga ingin protes. Lihatlah aku, begitu kering dan ringkih. Akhir-akhir ini kau jarang menyiramnya dengan amalan yaumiyah. Tilawah, kau kurangi jatahnya. Qiyamullail udah jarang, karena kau lebih sering melembur sampai larut malam, dengan alasan ngerjain proposal lah, tugas kuliah lah. Ma'tsurat, kau bilang gak sempat. Alasanmu, sibuk syuting (syuro penting) yang terkadang bisa lima kali dalam sehari (melebihi jatah minum obat tuh!). Dzikkir pun cuma sisa-sisa waktu. Lalu mana jatah mengisi bateraiku? 'Kencan pekanan' saja tidak cukup bagiku! Kapan kau luangkan waktumu untukku?"
"Oh Rabb...Aku seperti terhempas ke dasar jurang yang terjal dan curam. Hatiku serasa tertusuk sebilah belati tajam. Ya Allah...ampuni hamba...Jasad telah terdzolimi. Ruhiyah ini juga! Aku telah merampas hak-hak mereka! Hamba telah berdosa..." batinku bergejolak.
Tubuhku lunglai, lemas, tak berdaya. Hujan di mataku begitu derasnya. Saat ini aku hanya ingin menangis sejadi-jadinya.
Tiba-tiba datang suara lain yang tak kukenal,
"Kau begitu lemah! Rapuh! Di balik kobaran semangatmu, ternyata kau sangat keropos! kau lelah kan? Kau jenuh kan? Sudah...akhiri saja semua! copot gelarmu sebagai aktivis dakwah. Toh, masih banyak temanmu yang akan memperjuangkan ajaran Tuhanmu itu! kau bukan malaikat! Kau hanya manusia lemah berlagak kuat. Kapasitasmu sangat terbatas! Jangan sok tangguh gitu deeh...Sudahlah...lepas saja amanah-amanah dakwahmu itu! Bukankah ada amanah ortu untuk belajar dan lulus kuliah tepat waktu? Tidak inginkah kau merasakan hidup tenang tanpa beban? Nikmati saja dunia yang sementara ini, mumpung masih muda."
Ya Allah...Suara siapa lagi itu? Kepalaku mendadak pening luar biasa. Pikiranku semakin kacau balau. Semraut! Sulit bagi otakku memilah mana yang benar dan mana yang salah. Aku bingung!
"Sudah...jangan bingung. Begini saja, kalau kau memang tak mau melepas gelar da'imu, mending kau minta cuti saja pada Tuhanmu. Toh, suatu saat nanti, jika keadaanmu sudah pulih, kau bisa kembali berdakwah dan bergabung dengan kawan-kawanmu yang sok suci itu." lanjutnya.
Cuti? apa aku harus cuti dakwah? Aaaarrgghh....kenapa kepalaku semakin pusing. Kupaksa otakku berpikir tanpa memedulikan jeritan nuraniku yang berontak tak setuju.
"Mungkin saja dia benar. Aku memang sangat lelah. Aku jenuh dengan semua masalah yang menyerangku bertubi-tubi. Mungkin inilah puncak kefuturanku. Aku ingin merasakan tidur dengan lelap, sejenak saja! Tanpa beban, tanpa masalah! Ya, aku ingin cuti dakwah!" kata batinku mantap. "Tapi, tunggu dulu! Pantaskah? Layakkah?" sambungku kemudian.

"Pantaskah aku meminta cuti pada Rabbku yang telah mengabulkan setiap do'aku dan memberi segala yang ku mau? Layakkah aku meminta cuti, sementara aku belum mempersembahkan kado terindah untuk dakwah? untuk Allah...Akankah kubiarkan segala yang kuperjuangkan menguap begitu saja? sia-sia? Sungguh, aku belum berbuat apa-apa! aku malu....aku adalah hamba yang tak tahu diri! Tak tau terima kasih! Oh Rabb...betapa rapuhnya diri ini. Baru sedikit ujian saja, aku mengeluh, menyerah, mundur dan ingin gugur!"
"Ya Allah...mengapa sampai terbesit pikiran ingin cuti dari dakwah? Padahal, belum tentu aku masih di dunia ini setelah masa cutiku habis. Siapa yang menjamin usiaku masih panjang?! Bagaimana jika dalam masa cuti, Allah memanggilku dan meminta pertanggungjawabanku?! Bekal apa yang akan kubawa? Lalu bagaimana jika aku terlena dan enggan kembali berdakwah? Astaghfirullah....Alangkah bodohnya aku! Mungkin iya, aku lelah, aku capek, penat, jenuh! Tapi, bukankah itu biasa?! Setiap orang pasti pernah merasakannya. Iman kan yaziidu wa yankus, kadang naik kadang juga turun. Mungkin inilah saatnya ia turun, bahkan mungkin sampai pada titik kulminasinya. Akibatnya, ruhiyahkiu gersang, jasadku letih. Wajar saja jika mereka protes. Akulah yang salah karena kurang bisa memanaj waktu. Akhirnya, jadi tidak tawazun dan berbuntut pada kefuturan yang teramat sangat. Tapi, ketika itu terjadi, hal pertama yang harus kulakukan adalah berusaha untuk bangkit kembali! Berbenah diri, menata hati, meluruskan niat, dan mencoba memungut kembali segala amal yang berserakan untuk kemudian kuperjuangkan! Sungguh, kereta dakwah ini akan terus melaju, meski tanpaku. Masih banyak generasi tangguh yang militansinya jauh lebih dahsyat dariku yang akan melesat bersamanya. Roda dakwah akan terus berputar meski aku keluar dari orbitnya. Takkan berkurang kemuliaan Dien ini meski aku mundur dari memeperjuangkannya. Dan jika semua itu benar-benar terjadi padaku (jatuh, mundur, dan gugur), maka akulah satu-satunya yang akan merugi! akulah yang rugi! Na'udzubillah...."

"Cukup sudah! saatnya kulemparkan jauh-jauh pikiran "aneh" yang sempat mampir di otakku. Cuti dakwah? Ah! tak ada istilah itu dalam kamus perjuanganku. Tak akan ada lagi bagian dari diriku yang kudzolimi. Sekuat tenaga akan kucoba untuk menyeimbangkannya (tawazun) dan memenuhi hak-haknya, tanpa mengabaikan kewajiban-kewajiban yang lain. Ini tekadku! Semoga Allah tetap setia membimbing dan menuntun langkahku..."

Kututup gejolak jiwaku, dengan sebuah do'a,
"Yaa Muqoolibal Quluub, Tsabbit Quluubana 'Alaa Diinika..."

Kubuka inbox HPku dan kubaca kembali pesan cinta dari saudaraku di jalan Allah beberapa waktu lalu,

Ada yang mengeluh,
merasa jenuh,
ingin gugur,
dan jatuh.
Ia berkata, "LELAH...!"
Ada juga yang lelah,
tubuhnya penat,
tapi semangatnya kuat.
Ia berkata, "LILLAH...!"
karena Allah,
ikhlaslah...

Cess..! Embun syurga seakan berjatuhan dan membasahi jiwaku yang kerontang...
"Maka, berlelah-lelahlah sekarang, bersakit-sakitlah saat ini, karena kenikmatan yang abadi InsyaAllah kan kita rasakan di jannahNya nanti..."


NB: Alhamdulillah...lelahku seketika lenyap seiring selesainya tulisan ini. Terimakasih kepada Allah 'Azza wa Jalla yang senantiasa mengingatkan kedho'ifanku sebagai hamba. Allah, aku semakin cinta...Segala puji hanya bagiMu...

Kamis, 10 Desember 2009

NANTIKANKU DI BATAS WAKTU


Ehem…
dari judulnya, temen-temen pasti dah tau apa yang akan kita bahas di postingan kali ini. Ahay! Yes. Anda benar sodaraku. Yang jelas kita gak lagi ngebahas nasyidnya edcoustic yang judulnya sama persis dengan judul postingan saya di atas (maap kakak-kakak Edcoustic, saya tidak bermaksud njiplak atau memplagiat. Saya hanya berusaha menjadi fans-mu yang baik dengan mempromosikan judul nasyidmu ke seantero pelosok dunia maya. Itu saja). Postingan kali ini juga bukan bicarain pergantian status single seseorang… ehem, maaf, maksud saya jangan berpikiran yang baik-baik dululah, takut kecewa. Kenapa? Karena postingan kali ini sengaja dibikin rada provokasi dikit biar pada buka. Hihi…
Ehem…(dari tadi ehem ehem mulu). Iya nih, ada biji kedondong nyangkut di kerongkongan.. (maap, saya bohong)
Oke, tanpa banyak pemanasan, langsung saja kita tuju inti permasalahan
*serius mode ON*
Pernah denger lirik lagunya om thufail yang ini gak?
*Siap-siap ngerapp*
Bicara soal zionis dan dakwah atas nama gerakan reformis
Perhatikan kelakar para aktivis mulai prejudis, ironis, opportunis
Pakai bendera Palestina dimana-mana
Bicara Jihad Fi Sabilillah
Tapi disuruh nikah malah nawar ukhti dibatas waktu kuliah
Akhwat kok di order ( emangnya mikrolet )
Nggak usah ngomong jihadlah, jihad yang aduhai aja nggak berani
Gimana mau bicara jihad kayak di Palestina
Ya tapi akhirnya ada juga yang berani walimah
Tapi ya gitu lah ngaji pulang ngaji pulang habis walimah hilang
Bentar ya, saya mau ketawa dulu (hehehe….udah). Habisnya, lucu siih….
Lirik di atas adalah penggalan dari lagunya Bang Thufail yang “Democrazy”. Keren banget lah pokoknya! Jangan lupa beli albumnya ya! Atau donlot aja di MPnya bang Thufail (loh, ini niat mo promosiin lagunya edcoustic apa bang thufail sih?) Maaf, saya terbawa suasana. Oke, lanjut…
Perhatikan lirik di atas. Sengaja ada yang saya pertebal di situ. Yup! “nawar ukhti di batas waktu kuliah”. Mirip sekali dengan liriknya kak edcoustic yang “Nantikanku di batas waktu”. Kesamaannya terletak pada kata di batas waktu. Sekali lagi, DI BATAS WAKTU. Ada apa dengan di batas waktu? Ada yang menantiku sepertinya… (hehe…nggak ding, bercando)
Nah, sekarang kita akan ngebahas about: romantika nantikanku di batas waktu yang diperankan oleh mbak-mbak dan mas-mas yang udah kuliah (bukan ngegosip loh ya…). Hmm….Tema yang cucok banget buat anak muda kayak saya (saya muda looh….), buat pengalaman….*nyengir keledai*
Apa yang nyebabin kalimat itu (nantikanku di batas waktu) terlontar dari mbak-mbak dan mas-mas yang pengen menggenapkan separuh dien? Kemunkinannya cuma 1, BELUM SIAP! Nah, soal belum siap ini, macem-macem deh alesannya. Di antaranya,
1. Gak dibolehin ortu. “Mbok ya lulus duluu…” (berlaku buat mbak2 dan mas2)
2. Restu udah dapet, tapi maisyah belum punya. “Mau dikasih makan apa istriku?” (yang mas2nya)
3. Restu dan maisyah udah dapet, tapi susah bagi waktu antara Nikah, Kerja, Kuliah dan Amanah dakwah. “Ntar malah gak tawazun….” (buat mbak2 dan mas2)
4. Ada yang mo nambahin? (mungkin pengalaman pribadi)
Hemph…Mbak, Mas…saya turut prihatin. Mungkin salah satu alesan di atas bakal saya alamin suatu ketika…. *menerawang*
Dhoorrr!! Nggak boleh ngelamun!
Okeh, take it easy guys! Nggak papa. Jalani hidup ini apa adanya. Percaya deh, Alloh pasti punya rencana yang luar biasa…
Sebagai wujud keprihatinan saya, berikut akan saya sajikan tips memasak capcay (nggak nyambung? Lanjut…) TIPS JITU SAMBIL MENUNGGU DI BATAS WAKTU. Ahay! Siapkan dirimu….

1. Kerenkan dirimu dengan nambah ilmu
Buat persiapan menuju ke sana (pelaminan), tentunya kita kudu punya ilmunya dwong. Bisa baca2 buku pernikahan atau dateng ke dauroh munakahat. Kalo ini ternyata semakin membuatmu ngebet nikah (padahal lulusnya masih lama), mending baca2 buku matakuliah atau buku2 motivasi (bukan motivasi nikah loh), novel, artikel ilmiah, koran, majalah, apa aja deh….tapi hindari dulu yang berbau “merah jambu”, ntar malah semakin membuatmu menggebu-gebu. Kenapa? protes? enggak setuju? enggak mau? putus aja deh kalo gitu… (loh?)
2. Tetep jaga hijabmu
kalo mas ikhwan sudah mengetek (bahasa apaan nih?), kamsudnya ngincer mbak akhwat dan sudah diketahui oleh mbak akhwat, maka putuskan hubungan apapun dengannya. Ucapkan: “jangan ada –interaksi- di antara kita”. Cut cut cut !!! Tapi, cara ini bisa menimbulkan efek “penyakit hati” karena pikiran selalu tertuju padanya. So, waspadalah..waspadalah…tips berikutnya mungkin bisa lebih membantu Anda.

3. Sok sibuk
Banyak kan yang bisa dilakukan di kampus. Apalagi kalo mbak2 dan mas2 ini aktivis dakwah. Wiih, sibuk banget dah! Mulai dari ngurus LDK, ngisi mentoring, dateng ke kajian, jadi panitia acara kegiatan LDK (bukan panitia walimah loh ya, ntar malah tambah ngebet nikah. Hehe), atau… apapun lah! Yang penting sibuk! Bisa nulis buku, ngeMPi, nyari kerja buat biaya walimah, atau riwa-riwi ngukur jalan (siapa tau dapet rekor MURI). Asal, jangan sok sibuk seperti contoh kasus di bawah ini:
Anda: (sibuk)
Someone: Eeeeh…ngapain kamu angkat-angkat itu???
Anda: Enggak liat apa kalo saya sibuk? saya ini sibuk..sibuk..S-I-B-U-K! Busy! ngerti ndak sih?
Someone: TAPI ITU JEMURAN SAYA!
Anda: ……
Warga: (Gebugin Anda rame-rame)
Oke. S-I-B-U-K. Agar tak ada waktu untuk mikirin si dia yang belum menjadi siapa-siapa.

4. Shoum…shoum…shoum…
Nggak perlu dijelasin deh. Dah pada bisa puasa kok. Kan dah gede…

5. Perbanyak dzikir dan ibadah.
Dengan lebih mendekat padaNya, siapa tau Alloh memudahkan jalan kita menuju ke sana. Yang awalnya ortu nggak setuju, tiba-tiba memberi restu. Yang nggak punya maisyah, tiba-tiba dapet lowongan kerja. Yang nggak bisa bagi waktu, ternyata….ya bisa bagi waktulah. Kan udah ada ‘si dia’ yang siap membantu segalanya…(ciye ciyeeh..)

6. FOKUS!!
Nah, ini dia nieh. Kalo kendalanya itu lulus kuliah, ya segera diselesaikan atuuh kuliahnya. FOKUS ngerjain skripsi. Biar ndang mari, ndang lulus, ndang wisuda, ndang nikah..dan ndang ndang sing lainnya…(NB: ndang itu bahasa jawa yang artinya cepet atau segera)
Oke. Segitu dulu deh tips dari saya. Kalo kebanyakan tips ntar malah bikin pusing tujuh keliling. Semoga bermanfaat, dan semoga Alloh memudahkan niat baik kita untuk melaksanakan sunnah RosulNya…Kita? Maksudnya, mbak2 dan mas2 yang ingin menggenapkan separuh diennya (saya juga nantinya. Hehe). Agar kalimat “Nantikanku di batas waktu” tak lagi mengusik hati yang kian merindu…(tsaahh)
Wis, begitu mawon
Ngapunten jiddan nggih…
Salam pramuka! Eh, salam JIHAD!!
Allohu Akbar!!!
NB lagi: fotonya sengaja saya pilihkan yang itu buat ngomporin mba2 dan mas2nya. eheuy!
-akhwatzone-