Selasa, 01 Februari 2011

Goresan Cinta Yasmin Part 2


GORESAN CINTA YASMIN
Oleh. Yunanti Tri Wiranti


Memasuki tahun kedua Yasmin sebagai mahasiswa. Saat ini dia mendapat amanah di Kelompok Kerohanian Islam tingkat universitas di bidang jurnalistik dan di bidang yang sama di lembaga ekstrakampus yang kini dia ikuti. Materi-materi tulisannya pun kini berbeda bahkan jauh berbeda dengan apa yang dia tulis sewaktu berada di Lentera dulu. Yasmin merasa pengetahuannya tentang khasanah keislaman masih minim, sehingga demi menghasilkan tulisan yang berkualitas dia banyak membaca dan belajar serta orang-orang disekitarnya kini banyak sekali yang membantu, memperhatikan dan mendukung Yasmin untuk menjadikannya jauh lebih baik lagi. Suasana dalam bekerjanya pun sungguh berbeda, terutama pola interaksi sesama rekan kerja, hal ini sama sekali tidak menghambat produktifitas serta kualitas hasil karyanya. Adapun penggalan tulisan perdananya yaitu

Apa yang aku rasa, aku lihat, aku dengar, aku fikir, dan aku alami itulah yang aku tulis. Aku menulis bukan karena nama tetapi karena Rabb-ku...
*****
Bulan Agustus pada tahun kedua Yasmin menjadi mahasiswa, kembali dia menjalani tugas sebagai reporter kampus, tetapi kali ini dia membawahi lembaga dakwah kampus bukan lagi Lentera, UKM Jurnalistik di fakultasnya dulu. Kala itu bertepatan dengan salah satu momen terbesar di kampus yakni Ospek. Agenda perekrutan terbesar, dimana semua aktivis mahasiswa pasti memiliki kepentingan untuk itu. Seperti tahun-tahun sebelumnya kampus Yasmin selalu mengangkat grand tema ospek yang telah disepakati bersama tiap-tiap fakultas. Peran media disini sangat penting sebagai pencitraan bahwa kampus mereka adalah kampus pendidikan yang mencerdasakan, religius yang nantinya menggiring mahasiswa baru untuk menjadi insan yang berakhlak mulia, itulah tugas Yasmin dan teman-teman seperjuangannya.
Akan tetapi, tahun ini ada sebuah masalah yaitu satu fakultas mangkir dari tema bersama ospek, dia memilih ospek terpisah dengan tema dan peraturannya sendiri, ternyata fakultas yang mangkir itu adalah fakultas Yasmin. Ada masalah internal kala itu antara Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas dengan BEM Fakultas Bahasa dan Seni. Semua mahasiswa baru yang sesuai peraturan wajib menggunakan atribut baju hitam-putih dan jas almamater, tetapi di fakultas Yasmin diberi kebebasan menggunakan pakaian yang mereka sukai.

Yasmin mendapat tugas untuk mencari berita mengenai masalah apa yang terjadi sebenarnya sehingga fakultasnya mangkir dari kesepakatan tema bersama. Yasmin dengan ditemani satu akhwat, rekan kerjanya mendatangi pusat informasi panitia ospek fakultas tersebut. Suara riuh mahasiswa baru mengiringi langkah pasti Yasmin, sembari memperhatikan ternyata acaranya hanya diisi dengan hura-hura seperti bermain musik, teater, pertunjukan tari. Sedikit kecewa, “Hmm, ospek macam apa ini?” pikir Yasmin. Sesampainya di pusat informasi, ternyata Yasmin dihadang oleh lima orang panitia seksi keamanan.
“Ada perlu apa mba?” tanya salah seorang dari mereka.
“Kami berencana mewawancarai ketua panitia ospek ini?” jawab Yasmin tegas.
“Maaf mba kami tidak melayani media manapun baik universitas apalagi dari luar.” jawab mereka dengan sinis.
“Kami punya kartu pers resmi dari universitas, jadi kami berhak mewawancarai ketua kalian.” Yasmin membalas dengan nada tegas.
“Dibilang tidak bisa ya tetap tidak bisa mba.” yang lainnya ikut menyanggah, mereka semakin mendekati Yasmin seakan mengepung.
Dalam hati Yasmin berkata, “Wah mahasiswa macam apa ini mainnya kroyokan, yang dikroyok akhwat pula.”
“Sudah ukh, kita pergi saja.” kata akhwat tadi sambil menarik-narik baju Yasmin.

Akhirnya mereka pulang, siang itu sungguh panas tetapi tidak sepanas hati Yasmin yang dipenuhi rasa sesal mengapa fakultasnya sendiri seperti itu. Dia tetap menuliskan apa yang dia peroleh dan menyatakan bahwa ospek fakultas bahasa dan seni tidak mencerdaskan mahasiswa baru (maba), dari mulai penjegalan hingga acara dan materi ospek yang diberikan kepada maba mereka Kesokan paginya buletin ospek itu telah tersebar. Tidak lama selang waktu pendistribusian ada pesan singkat masuk ke hp Yasmin.

Salam. Apa kabar Yasmin? Mas Robby sudah membaca bulletin kamu. Bisa ketemu sebentar?

Akhirnya mereka sepakat bertemu di lobi student center, saat itu Yasmin ditemani seorang akhwat yang menjadi partner kerjanya. Teringat akan pesan murrobi Yasmin bahwa tidak boleh menemui yang bukan muhrimnya hanya berdua saja.
“Mas kecewa baca tulisanmu Yas.” Dengan terus terang mas Robby membuka pembicaraan.
“Kecewa kenapa, itu nyata yang Yasmin lihat dan alami?” jelas Yasmin.
“Tapi kamu belum dapat ijin untuk menuliskannya. Asal kamu tahu bahwa inilah puncak kekecewaan kami pada mereka, yang mengaku berdakwah tapi hanya kekuasaan yang dicari, lihat hampir semua BEM diisi dengan laki-laki berjenggot, perempuan berjilbab besar. Kampus kita universal Yas, bagaimana nasib teman-teman kita yang non muslim? Pokoknya multikultural harus diakui dan dihargai. Dan kini kamu bagian dari mereka juga mas tambah kecewa!” kali ini Mas Robby berkata dengan nada keras.
“Apakah ada yang salah dengan kepemimpinan mereka mas? Setahu Yasmin mereka profesional dalam bekerja, saat pendaftaran anggota pun, BEM bersifat terbuka kepada siapa saja, semua mahasiswa boleh masuk baik muslim maupun non muslim asal mempunyai kapasitas?” Yasmin mencoba menjelaskan kepada mantan ketuanya terdahulu saat aktif di UKM Jurnalistik Lentera.
“Apa yang mereka sudah perjuangkan? Kepentingan golongan mereka sendiri?” Mas Robby masih mempertahankan pendapatnya itu.
“Mas Robby sudah tahu program-program BEM apa saja? Pernah terlibat didalamnya? Prestasi apa saja yang telah diraih BEM? Untuk menilai sesuatu memang lebih mudah mas daripada bertindak. Dan satu hal mas, saya yakin teman-teman BEM yang mas sebutkan tadi sangat menghargai teman-teman non muslim. Islam itu rahmatan lil ‘alamin , memberi rahmat dan kasih sayang, sekarang dengan tindakan teman-teman yang ada di fakultas kemudian mangkir dan mendatangkan konflik kemudian perpecahan, apakah itu mencerminkan pribadi seorang muslim? Saya yakin teman kita yang non muslim juga tidak menginginkan adanya konflik seperti ini.” Yasmin mencoba menjelaskan dengan nada yang lebih tenang.
“Oke Yas, kamu bukan anak BEM kenapa kamu begitu membela mereka?” tanya Mas Robby lagi.
“Karena saya membela sesuatu yang saya yakini benar.” jawab Yasmin.
“Ya sudahlah, tolong sampaikan kepada mereka, aku mewakili teman-teman bahwa ini universitas negeri bukan pesantren. Aku masih harus ngurusi fakultasku, aku pamit” kata Mas Robby sambil berlalu.
“InsyaAlloh.” Jawab Yasmin sambil tersenyum. Sembari istighfar Yasmin teringat akan kajian yang lalu bahwa “Allah mengetahui siapa saja dari hambanya yang layak mendapatkan hidayah, dan siapa saja yang tidak pantas mendapatkannya” (Ibnu Katsir)
“Oh itu ketuanya ya mba? Nyebelin banget ya mb?” kata si akhwat yang menemani Yasmin yang ternyata stafnya.
“Hush..gak boleh bilang gitu,ayo..” sambil menggandeng tanganya utuh Yasmin pergi meninggalkan lobi.
*****
Memasuki tahun ketiga kuliah, kali ini Yasmin mendapat amanah di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai Menteri Departemen Komunikasi, Informasi dan Informatika (Kominfo). Saat di BEM lah masa-masa yang cukup berat harus diterima oleh Yasmin. Pada masa itu sedang terjadi gejolak ketidakpercayaan mahasiswa terhadap birokrasi, Yasmin tetap memegang prinsipnya bahwa dia menulis bukan karena nama tetapi karena Rabb-Nya. Bersama teman-teman seperjuangannya di BEM, mereka membentuk tim khusus untuk membongkar kedzoliman yang dilakukan para petinggi birokrasi, ada yang bertugas mencari data, dan tugas Yasmin tetaplah di ranah media. Data-data yang diperoleh kemudian dijadikan berita dan press release di media-media cetak. Pada akhirnya kampus Yasmin menjadi berita nasional, hampir seluruh media cetak maupun elektronik menyiarkan ke ranah publik. Hampir setiap hari diadakan aksi di depan rektorat menuntut para petinggi yang terlibat kasus korupsi untuk mundur dan mempertanggung jawabkan perbuatannya. Pihak kampus tidak tinggal diam, BEM dibekukan dan para aktivis dipersulit dalam urusan akademik dan terancam di drop out/DO. Itulah ujian terbesar yang dialami ikhwah di kampus Yasmin tak terkecuali Yasmin sendiri. Bersyukur dukungan ikhwah dari kampus lain cukup besar, mereka saling menguatkan agar dapat terus bertahan dan meningkatkan ruhiyah. Ancaman tak menggentarkan perjuangan mereka. Satu hal yang yang membuat Yasmin menangis, bukan karena terancamnya dia di DO tetapi menangis karena mendengar suara seseorang pada masa-masa gentingnya. Di sela-sela konsentrasinya dalam menyelesaikan kasus tersebut Yasmin sempat menuliskan apa yang dikatakan suara itu....

Dibelakangmu selalu ada orang-orang yang mendukungmu nak..
Jadilah Yasmin yang terus bersabar diatas ketidaksabaran..
Teruslah menuliskan kebenaran nak..
Agar ummi selalu bersyukur akan dirimu...


Ingin rasanya Yasmin memeluk dan mencium kaki umminya sekarang. Sekiranya hanya satu tahun sekali saat lebaran Yasmin baru pulang, “Begitu dzolimkah aku ya Rabb kepada ummiku? Ampuni aku..” doa itu yang terus Yasmin panjatkan. Dikirimkan pesan singkat oleh Yasmin...

Dalam hina dan penuh dosa, ampuni Yasmin ummi..tanpa ridho ummi Yasmin tidak mampu bertahan..

Akhirnya para pejabat rektorat yang terlibat kasus korupsi mundur karena tidak tahan pemberitaan yang sangat gencar dan akan segera diadili oleh pihak kepolisian. Yasmin dan teman-temannya pun selamat dari DO dan BEM diaktifkan kembali.

*****

Tidak ada komentar: