Minggu, 20 Februari 2011

Fine Tuning


FINE TUNING
Malam ini gak seperti malam kemarin. Mana bulan yang terang itu, entah kenapa aku tidak suka dengan kondisi langit malam ini, hitam tidak, merah juga tidak. Beruntung sebuah novel biografi Muhammad Saw. Lelaki Penggenggam Hujan-nya Tasaro GK, lumayan bisa menjadi teman pengusir sepiku ( tak apalah walau buku ini pinjam, bagi pemilik buku ini syukron sdh diikhlaskan untuk dipinjam ^^).

Ruhku sedang melanglang buana ke masa perang Uhud yang heroik itu terjadi, kadang sesekali kurasakan sedang berada di belakang kuduk Rasulullah Saw.–benar kata A.Fuadi penulis novel Negeri 5 Menara & Ranah 3 Warna −.

Ruhku juga sedang melanglang buana ke sebuah pelosok di Persia tahun 616 Masehi, Kuil Gunung Sistan. Terbayang para kaum penyembah api -Zoroaster- di masa itu yang sedang ketakutan akan kemunculan sang Nabi Baru yang sudah dinukilkan dalam kitab yang dibawa nabi mereka, Zardusht. Khosrou sang penguasa Persia pun sedang gundah gulana karena Kashva si pemuda cerdas mengabarkan bahwa para pengikut Nabi Baru itu akan menjadikan runtuhnya hegemoni kejayaan Persia.

Ah, seketika langlangan buanaku langsung berpindah menembus batas dan waktu, dari pelosok Persia abad ke-7 menuju ke pelosok kampung halaman abad ke-21 sekarang. Sudah 4 bulan aku disini, cepat juga rasanya, gak terasa sekarang sudah menjadi ibu guru, yah bukan hanya ibu guru matematika tapi semua mata pelajaran kecuali bahasa Inggris dan Olah raga tentunya.

Lima hari lalu aku mengikuti sebuah dauroh, dauroh itu mengingatkanku akan tiga tahun lalu, karena pernah mengikuti daurah semacam ini di kampusku dulu. Dengan muatan yang kurang lebih sama tetapi waktu, tempat, dan orang disamping kanan kiri yang berbeda. Sebelum acara dimulai sempat berbincang dengan salah satu sodara baruku disini. Ada wacana yang menarik yang memang pas banget dengan kondisiku atau mungkin kondisi kami saat ini, yaitu tetang “Penyamaan Frekuensi” atau dalam bahasa Inggrisnya “Fine Tuning”.

Bingung mau mulai darimana. Hmm...perlu adanya penyamaan frekuensi berarti bermula karena adanya perbedaan. Banyak sekali yang harus disamakan frekuensinya ketika diawal aku pulang ke kota ini. Mungkin bisa dianalogikan seperti, dari singa menjadi kucing dan kembali menjadi singa (mekso tenan). ADK ketika di kampus seperti singa, garang. Tetapi ketika pulang kampung berubah menjadi kucing, tidak lagi garang…(mohon maaf bagi yang tidak berkenan dengan istilah ini…^^). Kita memang sering menjadi singa yang garang ketika di kampus tetapi menjadi kucing manis dan imut-imut ketika kembali ke kampung halaman.

Pertama yang jelas adalah penyamaan frekuensi dengan keluarga baruku disini..sebagian besar ummahat, dari pemakluman disiplin waktu, semangat dakwah mereka, obrolan-obrolan mereka..(wah aku bosan sebenarnya bahas tentang ini). Bahkan seseorang butuh waktu cukup lama untuk dapat menyamakan frekuensi dalam masalah ini, sampai 3 bulan gak liqo karena belum siap menerima keluarga barunya. Semoga tidak berlaku denganku.

Kedua, amanahku sebagai guru SD dan pengalaman pertamaku langsung di kelas satu. Penyamaan frekuensi dengan anak-anak usia 6 hingga 7 tahun, yang paling berat adalah ketika aku diminta ngajar bahasa jawa (bahasa jawaku kan acak kadut).

Ketiga, hmm kembali dihadapkan dengan ibu-ibu. Yah penyamaan frekuensi dengan ibu-ibu ketika pertama kali ngisi majelis taklim, lagi-lagi bertemu dengan bahasa jawa.

Keempat, amanah baruku di flp..tahap paling berat kurasa, apalagi setiap kali ikut syuro dan ketika ikut up grading kemarin, inilah penyamaan frekuensi yang lumayan lah..kata mba Denok (piss mba..) harus menyamakan frekuensi dar AM ke FM..hihihi...

Kesamaan, keserupaan, atau keselarasan di antara beberapa hal adalah alasan mengapa hal-hal itu dinilai dan disikapi secara sama, serupa, atau senada sesuai konteksnya. Dan perbedaan, perlawanan, atau pertentangan yang terdapat di antara beberapa hal adalah alasan mengapa hal-hal itu dinilai dan disikapi secara berbeda, berlawanan, atau bertentangan sesuai konteksnya. Ini berarti bahwa penilaian dan penyikapan proporsional kita terhadap beberapa hal itu sangat ditentukan oleh pengenalan kita terhadap letak dan tingkat kesamaan serta perbedaan hal-hal tersebut. Allah mengeluarkan kalian dari perut-perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Dan Allah jadikan untuk kalian pendengaran, penglihatan, dan akal pikiran agar kalian bersyukur" (QS. An-Nahl: 78).

Aku yakin babak demi babak dalam setiap episode kehidupan kita tidak pernah terlepas dari skenario Alloh. Begitu pun ketika kita memutuskan untuk menjadi aktivis dakwah – sebutan yang begitu berat aku rasakan −. Ketika hidayah untuk ber-Islam secara kaffah datang menyapa, kita dituntut untuk selalu memperbaiki diri. Menjadi baik memerlukan proses, tetapi kita tidak bisa menunggu sampai menjadi benar-benar baik, baru mau mengajak yang lain menjadi baik.

Aku begitu terkesan dengan taushiyah yang disampaikan oleh seorang ummahat dalam memaknai babak demi babak dalam setiap episode kehidupan, ”Tak ada yang sia-sia. Apa yang sudah kita lewati semuanya indah. Ya! Semua terasa indah bila dibingkai dengan bingkai dakwah.”

Wallohu A'lam BishShowab.

Selasa, 01 Februari 2011

Goresan Cinta Yasmin Part 2


GORESAN CINTA YASMIN
Oleh. Yunanti Tri Wiranti


Memasuki tahun kedua Yasmin sebagai mahasiswa. Saat ini dia mendapat amanah di Kelompok Kerohanian Islam tingkat universitas di bidang jurnalistik dan di bidang yang sama di lembaga ekstrakampus yang kini dia ikuti. Materi-materi tulisannya pun kini berbeda bahkan jauh berbeda dengan apa yang dia tulis sewaktu berada di Lentera dulu. Yasmin merasa pengetahuannya tentang khasanah keislaman masih minim, sehingga demi menghasilkan tulisan yang berkualitas dia banyak membaca dan belajar serta orang-orang disekitarnya kini banyak sekali yang membantu, memperhatikan dan mendukung Yasmin untuk menjadikannya jauh lebih baik lagi. Suasana dalam bekerjanya pun sungguh berbeda, terutama pola interaksi sesama rekan kerja, hal ini sama sekali tidak menghambat produktifitas serta kualitas hasil karyanya. Adapun penggalan tulisan perdananya yaitu

Apa yang aku rasa, aku lihat, aku dengar, aku fikir, dan aku alami itulah yang aku tulis. Aku menulis bukan karena nama tetapi karena Rabb-ku...
*****
Bulan Agustus pada tahun kedua Yasmin menjadi mahasiswa, kembali dia menjalani tugas sebagai reporter kampus, tetapi kali ini dia membawahi lembaga dakwah kampus bukan lagi Lentera, UKM Jurnalistik di fakultasnya dulu. Kala itu bertepatan dengan salah satu momen terbesar di kampus yakni Ospek. Agenda perekrutan terbesar, dimana semua aktivis mahasiswa pasti memiliki kepentingan untuk itu. Seperti tahun-tahun sebelumnya kampus Yasmin selalu mengangkat grand tema ospek yang telah disepakati bersama tiap-tiap fakultas. Peran media disini sangat penting sebagai pencitraan bahwa kampus mereka adalah kampus pendidikan yang mencerdasakan, religius yang nantinya menggiring mahasiswa baru untuk menjadi insan yang berakhlak mulia, itulah tugas Yasmin dan teman-teman seperjuangannya.
Akan tetapi, tahun ini ada sebuah masalah yaitu satu fakultas mangkir dari tema bersama ospek, dia memilih ospek terpisah dengan tema dan peraturannya sendiri, ternyata fakultas yang mangkir itu adalah fakultas Yasmin. Ada masalah internal kala itu antara Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas dengan BEM Fakultas Bahasa dan Seni. Semua mahasiswa baru yang sesuai peraturan wajib menggunakan atribut baju hitam-putih dan jas almamater, tetapi di fakultas Yasmin diberi kebebasan menggunakan pakaian yang mereka sukai.

Yasmin mendapat tugas untuk mencari berita mengenai masalah apa yang terjadi sebenarnya sehingga fakultasnya mangkir dari kesepakatan tema bersama. Yasmin dengan ditemani satu akhwat, rekan kerjanya mendatangi pusat informasi panitia ospek fakultas tersebut. Suara riuh mahasiswa baru mengiringi langkah pasti Yasmin, sembari memperhatikan ternyata acaranya hanya diisi dengan hura-hura seperti bermain musik, teater, pertunjukan tari. Sedikit kecewa, “Hmm, ospek macam apa ini?” pikir Yasmin. Sesampainya di pusat informasi, ternyata Yasmin dihadang oleh lima orang panitia seksi keamanan.
“Ada perlu apa mba?” tanya salah seorang dari mereka.
“Kami berencana mewawancarai ketua panitia ospek ini?” jawab Yasmin tegas.
“Maaf mba kami tidak melayani media manapun baik universitas apalagi dari luar.” jawab mereka dengan sinis.
“Kami punya kartu pers resmi dari universitas, jadi kami berhak mewawancarai ketua kalian.” Yasmin membalas dengan nada tegas.
“Dibilang tidak bisa ya tetap tidak bisa mba.” yang lainnya ikut menyanggah, mereka semakin mendekati Yasmin seakan mengepung.
Dalam hati Yasmin berkata, “Wah mahasiswa macam apa ini mainnya kroyokan, yang dikroyok akhwat pula.”
“Sudah ukh, kita pergi saja.” kata akhwat tadi sambil menarik-narik baju Yasmin.

Akhirnya mereka pulang, siang itu sungguh panas tetapi tidak sepanas hati Yasmin yang dipenuhi rasa sesal mengapa fakultasnya sendiri seperti itu. Dia tetap menuliskan apa yang dia peroleh dan menyatakan bahwa ospek fakultas bahasa dan seni tidak mencerdaskan mahasiswa baru (maba), dari mulai penjegalan hingga acara dan materi ospek yang diberikan kepada maba mereka Kesokan paginya buletin ospek itu telah tersebar. Tidak lama selang waktu pendistribusian ada pesan singkat masuk ke hp Yasmin.

Salam. Apa kabar Yasmin? Mas Robby sudah membaca bulletin kamu. Bisa ketemu sebentar?

Akhirnya mereka sepakat bertemu di lobi student center, saat itu Yasmin ditemani seorang akhwat yang menjadi partner kerjanya. Teringat akan pesan murrobi Yasmin bahwa tidak boleh menemui yang bukan muhrimnya hanya berdua saja.
“Mas kecewa baca tulisanmu Yas.” Dengan terus terang mas Robby membuka pembicaraan.
“Kecewa kenapa, itu nyata yang Yasmin lihat dan alami?” jelas Yasmin.
“Tapi kamu belum dapat ijin untuk menuliskannya. Asal kamu tahu bahwa inilah puncak kekecewaan kami pada mereka, yang mengaku berdakwah tapi hanya kekuasaan yang dicari, lihat hampir semua BEM diisi dengan laki-laki berjenggot, perempuan berjilbab besar. Kampus kita universal Yas, bagaimana nasib teman-teman kita yang non muslim? Pokoknya multikultural harus diakui dan dihargai. Dan kini kamu bagian dari mereka juga mas tambah kecewa!” kali ini Mas Robby berkata dengan nada keras.
“Apakah ada yang salah dengan kepemimpinan mereka mas? Setahu Yasmin mereka profesional dalam bekerja, saat pendaftaran anggota pun, BEM bersifat terbuka kepada siapa saja, semua mahasiswa boleh masuk baik muslim maupun non muslim asal mempunyai kapasitas?” Yasmin mencoba menjelaskan kepada mantan ketuanya terdahulu saat aktif di UKM Jurnalistik Lentera.
“Apa yang mereka sudah perjuangkan? Kepentingan golongan mereka sendiri?” Mas Robby masih mempertahankan pendapatnya itu.
“Mas Robby sudah tahu program-program BEM apa saja? Pernah terlibat didalamnya? Prestasi apa saja yang telah diraih BEM? Untuk menilai sesuatu memang lebih mudah mas daripada bertindak. Dan satu hal mas, saya yakin teman-teman BEM yang mas sebutkan tadi sangat menghargai teman-teman non muslim. Islam itu rahmatan lil ‘alamin , memberi rahmat dan kasih sayang, sekarang dengan tindakan teman-teman yang ada di fakultas kemudian mangkir dan mendatangkan konflik kemudian perpecahan, apakah itu mencerminkan pribadi seorang muslim? Saya yakin teman kita yang non muslim juga tidak menginginkan adanya konflik seperti ini.” Yasmin mencoba menjelaskan dengan nada yang lebih tenang.
“Oke Yas, kamu bukan anak BEM kenapa kamu begitu membela mereka?” tanya Mas Robby lagi.
“Karena saya membela sesuatu yang saya yakini benar.” jawab Yasmin.
“Ya sudahlah, tolong sampaikan kepada mereka, aku mewakili teman-teman bahwa ini universitas negeri bukan pesantren. Aku masih harus ngurusi fakultasku, aku pamit” kata Mas Robby sambil berlalu.
“InsyaAlloh.” Jawab Yasmin sambil tersenyum. Sembari istighfar Yasmin teringat akan kajian yang lalu bahwa “Allah mengetahui siapa saja dari hambanya yang layak mendapatkan hidayah, dan siapa saja yang tidak pantas mendapatkannya” (Ibnu Katsir)
“Oh itu ketuanya ya mba? Nyebelin banget ya mb?” kata si akhwat yang menemani Yasmin yang ternyata stafnya.
“Hush..gak boleh bilang gitu,ayo..” sambil menggandeng tanganya utuh Yasmin pergi meninggalkan lobi.
*****
Memasuki tahun ketiga kuliah, kali ini Yasmin mendapat amanah di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai Menteri Departemen Komunikasi, Informasi dan Informatika (Kominfo). Saat di BEM lah masa-masa yang cukup berat harus diterima oleh Yasmin. Pada masa itu sedang terjadi gejolak ketidakpercayaan mahasiswa terhadap birokrasi, Yasmin tetap memegang prinsipnya bahwa dia menulis bukan karena nama tetapi karena Rabb-Nya. Bersama teman-teman seperjuangannya di BEM, mereka membentuk tim khusus untuk membongkar kedzoliman yang dilakukan para petinggi birokrasi, ada yang bertugas mencari data, dan tugas Yasmin tetaplah di ranah media. Data-data yang diperoleh kemudian dijadikan berita dan press release di media-media cetak. Pada akhirnya kampus Yasmin menjadi berita nasional, hampir seluruh media cetak maupun elektronik menyiarkan ke ranah publik. Hampir setiap hari diadakan aksi di depan rektorat menuntut para petinggi yang terlibat kasus korupsi untuk mundur dan mempertanggung jawabkan perbuatannya. Pihak kampus tidak tinggal diam, BEM dibekukan dan para aktivis dipersulit dalam urusan akademik dan terancam di drop out/DO. Itulah ujian terbesar yang dialami ikhwah di kampus Yasmin tak terkecuali Yasmin sendiri. Bersyukur dukungan ikhwah dari kampus lain cukup besar, mereka saling menguatkan agar dapat terus bertahan dan meningkatkan ruhiyah. Ancaman tak menggentarkan perjuangan mereka. Satu hal yang yang membuat Yasmin menangis, bukan karena terancamnya dia di DO tetapi menangis karena mendengar suara seseorang pada masa-masa gentingnya. Di sela-sela konsentrasinya dalam menyelesaikan kasus tersebut Yasmin sempat menuliskan apa yang dikatakan suara itu....

Dibelakangmu selalu ada orang-orang yang mendukungmu nak..
Jadilah Yasmin yang terus bersabar diatas ketidaksabaran..
Teruslah menuliskan kebenaran nak..
Agar ummi selalu bersyukur akan dirimu...


Ingin rasanya Yasmin memeluk dan mencium kaki umminya sekarang. Sekiranya hanya satu tahun sekali saat lebaran Yasmin baru pulang, “Begitu dzolimkah aku ya Rabb kepada ummiku? Ampuni aku..” doa itu yang terus Yasmin panjatkan. Dikirimkan pesan singkat oleh Yasmin...

Dalam hina dan penuh dosa, ampuni Yasmin ummi..tanpa ridho ummi Yasmin tidak mampu bertahan..

Akhirnya para pejabat rektorat yang terlibat kasus korupsi mundur karena tidak tahan pemberitaan yang sangat gencar dan akan segera diadili oleh pihak kepolisian. Yasmin dan teman-temannya pun selamat dari DO dan BEM diaktifkan kembali.

*****

GORESAN CINTA YASMIN part 1


GORESAN CINTA YASMIN
Oleh. Yunanti Tri Wiranti


Sampaikan dan Laksanakan Kebenaran Walau Satu Ayat...
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik." QS.Ali-Imran [3] : 110

*****
Penggalan ayat tersebut cukup membekas di hati Yasmin saat mengikuti kajian di sebuah mushola Fakultas Bahasa dan Seni pada sore hari yang mendung, semendung hati Yasmin kala itu. Ini kajian kali kedua yang Yasmin ikuti, diadakan setiap dua pekan sekali oleh Kelompok Kerohanian Islam dikampusnya. Kalau bukan karena ‘diteror’ terus-menerus melalui sms, telepon bahkan ketika bertemu langsung, Yasmin mungkin tidak akan pernah tertarik akan hadir, istilah teror didapat dari teman-teman Yasmin yang ditujukan khusus kepada ‘Mba’ mentoring mereka, mentoring pendampingan ini diwajibkan oleh pihak kampus kepada setiap mahasiswa yang mengambil mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI). Mentoring ini sebenarnya bukan hal yang asing bagi Yasmin, karena dulu saat SMA Yasmin sempat mengikutinya, tetapi tidak jauh berbeda dengan keadaan saat kuliah sekarang, teman-temannya tidak kooperatif, malas-malasan ditambah sering mengajak membolos sehingga membuat Yasmin tidak bersemangat dan mengikuti kebiasaan buruk teman-temannya tersebut.
*****
Yasmin Syahida Putri adalah seorang mahasiswa sederhana di sebuah kampus pendidikan negeri di kota yang harus ditempuh 8 jam dari kota asalnya. Dia mengambil jurusan pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, memang kecenderungan dia di dunia pendidikan telah muncul pada saat SMA dulu. Dia seorang yang aktif, kritis dan supel, hobinya berpetualang, maka dari itu saat SMA dia memilih pramuka dan pencinta alam sebagai ekstrakulikuler yang diikutinya. Saat menjadi mahasiswa pun Yasmin mencoba tetap aktif, dia memilih UKM Jurnalistik Lentera karena dia suka menulis dan sepertinya ada korelasi dengan program studi yang dia ambil. Dia merupakan kader potensial di UKM tersebut, hampir semua rekan kerja Yasmin menyukainya, hal tersebut dikarenakan ide-idenya yang cemerlang, kreatif dan hasil-hasil kerja yang memuaskan. Kini dia menjelma menjadi wartawan kampus yang supel dan dikenal banyak mahasiswa di fakultasnya.
*****
Sore itu memang hati Yasmin sedang tidak bersemangat, bukan karena keterpaksaan mengikuti kajian tetapi karena tugas kuliah yang menumpuk ditambah lagi deadline tulisan yang wajib diselesaikan. Yasmin berfikir semoga saja mendapat pencerahan disini, setidaknya merefresh diri dari rutinitas selama ini.
“ Assalamu’alaykum..Alhamdulillah de Yasmin!” sapaan ramah Mba Silfia, dan tidak ketinggalan tradisi berpelukan dan mencium pipi kiri serta pipi kanan. Terlihat raut wajah bahagia sekali dari Mba Silfia melihat kedatangan Yasmin sore itu.
“Wa’alaykumussalam..” Yasmin pun menyambut pelukan hangat mba mentoringnya tersebut.
“Yang lain mana de?” tanya Mba Silfia lagi.
“Hehehe...gak ikut mba sedang banyak tugas kuliah.” jawab Yasmin. Dia selalu tidak enak setiap kali ditanya terkait teman-teman satu mentoring yang memang sama sekali tidak tertarik dengan kajian seperti ini.

Yasmin mendengarkan dengan cermat materi yang disampaikan sang ustadz. Materi yang disampaikan tentang ‘Dakwah Ilallah’, Yasmin sering mendengar kata itu tetapi baru kali ini dia mendapatkan penjelasan apa itu dakwah serta kewajiban seorang muslim dalam mengemban tugas dakwah. Di tengah kajian Yasmin sempat memperhatikan sekitar mushola, ada semacam kain yang memisahkan peserta puteri dan putera.
“Oh ini yang namanya hijab yang pernah Mba Silfia sampaikan.” gumam Yasmin.
Kemudian dia pun memperhatikan peserta kajian puteri yang duduk disekelilingnya.
“Wah sepertinya yang memakai celana kain cuma aku nih.” kata Yasmin dalam hati. Ada perasaan malu sedikit tetapi dia tidak terlalu memikirkan hal tersebut dan tetap melanjutkan penjelasan sang ustadz.
“Gak ada aturannya kan syarat yang mengikuti kajian ini hanya boleh muslimah yang memakai rok? Yang pentingkan niat kita mencari ilmu” bela Yasmin dalam hati.

Di tengah-tengah kajian ada selebaran yang berisi informasi pendaftaran trainning dasar sebagai anggota untuk mengikuti organisasi Islam ekstrakampus.
“Daurah itu apa mba?” bisik Yasmin kepada Mba Silfia yang ada disampingnya setelah membaca ada kata daurah di selebaran tersebut.
“Semacam pelatihan atau trainning. Anti mau ikut de?” jawab mba Silfia. Belum sempat Yasmin menjawab, “Ikut aja ya de. InsyaAllah sangat bermanfaat.” Kata mba Silfia lagi.
Yasmin hanya bisa tersenyum menjawab pertanyaan mba Silfia tadi.
“Oh, lembaga ekstrakampus ini yang banyak dibicarakan oleh pengurus Lentera.” kata Yasmin dalam hati.

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.30, kajian pun sudah selesai, beberapa peserta sudah mulai meninggalkan mushola demikian juga dengan Yasmin.
“Giman kajiannya de?” tanya mba Silfia.
“Bagus mba.” jawab Yasmin. Jawaban klise tetapi ya sementara itu yang bisa Yasmin jawab.
“Besok ikut lagi ya.” kata mba Silfia.
“InsyaAllah mba.”jawab Yasmin sambil menyalami mba mentornya tak tertinggalan tradisi cipika-cipikinya.
“Jangan lupa ya teman-temannya diingatkan besok kita mentoring” balas mba Silfia.
“Sip mba.” sambil mengacungkan jempolnya, kemudia tersenyum meninggalkan mba Silfia.

Yasmin menuju area parkir untuk mengambil sepeda kesayangannya. Dalam perjalanan pulang, sambil mengayuh sepeda birunya, tiba-tiba Yasmin teringat akan isi selebaran saat kajian tadi. Yasmin jadi teringat pesan Mas Robby ketua Lentera dan beberapa pengurus lainnya di UKM tersebut bahwa jangan sampai ikut lembaga ekstrakampus ini, karena lembaga tersebut berisi orang-orang munafik, yang mengaku muslim, berdakwah akan tetapi sebenarnya menginginkan kekuasaan bahkan menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Semakin membuat Yasmin penasaran apa benar yang dikatakan teman-temannya itu. Yasmin mendengar juga bahwa lembaga tersebut berisi mahasiswa berjibab besar dan mahasiswa berjenggot, hampir sama dengan mahasiswa yang dia temui saat kajian tadi dan sama pula dengan mba Silfia, mentornya di mentoring pendampingan PAI. Tetapi selama dia mengenal mba Silfia, apa yang dikatakan mas Robby jauh berbeda dengan kenyataan yang dia lihat bahwa seorang mba Silfia sosok mahasiswa berjilbab lebar itu sangat ramah, lembut, perhatian dan selalu menasehati dalam kebaikan. Mana mungkin menghalalkan segala cara guna mendapatkan kekuasaan. Selain itu juga lembaga ini sukanya demo atau aksi turun ke jalan. Dalam hal ini bukan menjadi masalah bagi Yasmin, aksi juga diperlukan untuk menyuarakan kebenaran, sebagai mahasiswa kan memang harus kritis dan tentunya memberikan solusi terkait permasalahan yang terjadi. Selama perjalanan hanya selebaran tadi yang Yasmin pikirkan, ada keinginan untuk membuktikan apa benar yang dikatakan teman-temannya di Lentera tentang lemba ekstrakampus tersebut.
*****
Hasil pemikiran selama dua hari akhirnya Yasmin memutuskan untuk ikut mendaftar sebagai peserta daurah yang diadakan organisasi ekstrakampus itu. Yasmin sengaja untuk merahasiakan hal ini dengan teman-temannya di Lentera. Yasmin menyiapkan segala keperluan yang disyaratkan, cukup banyak karena daurah ini dilaksanakan selama tiga hari tiga malam, Yasmin semakin bersemangat karena teringat SMA dulu saat akan mengikuti kegiatan pramuka maupun pencinta alam.
*****
Sepulangnya dari daurah tersebut, terlihat banyak sekali catatan panggilan dan sms di hp Yasmin, memang sengaja hp nya dia tinggal tanpa dimatikan, tetapi sebelumnya Yasmin telah berpamitan kepada orang tua dan penghuni kos sehingga tidak ada yang khawatir. Hampir semua panggilan dari mas Robby dan pengurus Lentera. Banyak pertanyaan yang menanyakan sebenarnya dia pergi kemana sehingga meninggalkan rapat dan agenda di UKM tersebut. SMS terakhir yang Yasmin baca adalah sms dari ketuanya yang berisi :

Salam. Besok mas Robby ingin bertemu di sekret jam 9, penting.

Yasmin sudah menduga pasti banyak pertanyaan dan permintaan pertanggung jawaban darinya. Malam itu Yasmin sangat kelelahan, daurah cukup menguras tenaga dan pikiran Yasmin. Yasmin dapat mengambil kesimpulan bahwa tidak ada yang aneh dengan organisasi ekstrakampus tersebut, bahkan materinya tidak pernah dia dapatkan dari pelatihan-pelatihan mana pun. Melalui lembaga tersebut bahkan dapat mencetak kader yang tangguh, berwawasan luas dan yang terpenting berakhlak dan beriman dengan benar, jauh sekali dengan apa yang dikatakan teman-temannya.

Keesokan harinya selesai kuliah pukul 08.50 Yasmin menuju sekret Lentera, ternyata mas Robby sudah ada di sana terlebih awal dari perkiraan Yasmin.
“Assalamu’alaykum.” sapa Yasmin.
“Wa’alaykumusalam, masuk Yas.” jawab mas Robby tidak ramah seperti biasanya.
“Maaf mas kemarin...” Yasmin mengawali akan tetapi sudah dipotong oleh mas Robby, “Sudah, mas sudah tahu kemarin kamu kemana. Ini segera diselesaikan kajian sastra untuk bulletin kita bulan ini. Saya kuliah dulu.” dengan tanpa panjang lebar dan tanpa menatap Yasmin, Mas Robby berlalu begitu saja sambil menyerahkan beberapa lembar kertas yang berisi materi bulletin bulanan UKM tersebut.
Ada yang berbeda dari sikap mas Robby dan beberapa pengurus lainnya semenjak kepulangan Yasmin dari mengikuti daurah tersebut. Yasmin merasa ada kesalahan yang dia perbuat sehingga dia berhak untuk diperlakukan seperti ini. Adanya masalah ini tidak mempengaruhi cara kerja Yasmin, dia berusaha sebaik mungkin dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.
*****
Satu bulan sudah berlalu dari saat Yasmin mengikuti daurah tersebut. Banyak undangan yang datang kepada Yasmin untuk menghadiri rapat kepanitiaan maupun kajian-kajian yang diadakan lembaga ekstrakampus itu. Yasmin berusaha menghadiri undangan yang ditujukan kepadanya, kegiatannya pun semakin padat dan dia berusaha berlaku adil dan seimbang dalam membagi waktu antara kuliah, Lentera dan ditambah aktifitas barunya di lembaga ekstrakampus, walaupun dia tidak masuk dalam kepengurusan. Perubahan yang mencolok terasa sekali terkait keberadaanya di Lentera. Yasmin hampir tidak pernah dilibatkan sebagai konseptor dari berbagai program, tidak juga dilibatkan dalam pemecahan masalah yang sedang dialami UKM tersebut, berbeda sekali kondisinya dengan dulu saat dia belum mengikuti daurah.
*****
Tahun pertama kuliah sudah habis, banyak perubahan yang Yasmin alami, baik dari penampilan maupun dalam bersikap. Celana-celana kainnya sudah mulai jarang dipakai serta jilbabnya sudah mulai dirapikan dan dijulurkan ke dada walau belum selebar akhwat-akhwat lainnya seperti mba Silfia misalnya. Yasmin pun mulai mengkoleksi buku-buku islami, buku islami yang pertama dia punya adalah “Agar Bidadari Cemburu Padamu” karya Salim A. Fillah dan “Komitmen Muslim Sejati” karya Fathi Yakan. Kedua buku tersebut sungguh menginspirasi Yasmin untuk berhijrah menjadi muslimah sejati yang senantiasa menjaga sikap, lisan dan tangannya untuk tetap berada di jalan Allah.
*****
Hari itu adalah laporan pertanggung jawaban UKM Jurnalistik Lentera. Ada rasa bahagia karena hasil dari kerja kerasnya beserta teman-teman dinilai baik oleh mahasiswa sefakultasnya yang hadir pada saat itu. Akan tetapi, ada rasa sedih di hati Yasmin karena diakhir masa kepengurusan dia merasa meninggalkan kesan kurang baik di hati teman-teman pengurus yang lain.
“Yas, mas mau bicara.” Tiba-tiba mas Robby memanggil, dan Yasmin pun menghampirinya.
“Alhamdulillah yas, nilai kita baik inilah hasil kerja keras kita, kerja keras kamu.” kata mas Robby.
“Alhamdulillah, ini juga berkat kehebatan mas Robby dalam memimpin dan membimbing kami, yang belum berilmu dan berpengalaman sepeeti Yasmin. Terima kasih banyak mas.” jawab Yasmin.
“Maafkan atas sikap mas akhir-akhir ini ke kamu Yas, mas menyesal tidak semestinya mas memperlakukan kamu seperti itu. Kamu tidak salah apa-apa, kami yang bersalah kepadamu.”, terlihat raut muka Mas Robby sedih dan penuh penyesalan.
“Yasmin yang salah, seharusnya mengkomunikasikan hal itu lebih awal terutama kepada mas Robby, maafkan Yasmin juga ya mas.” jawab Yasmin.
“Sama-sama. Kamu hebat Yas, kamu berbakat, mas salut.” kata mas Robby lagi.
“Amiin terima kasih.” ucap Yasmin.
“Banyak perubahan yang kamu alami setelah mengikuti agenda itu. Mas Robby ikut seneng kalo kamu sekarang menjadi jauh lebih baik. Mas gak memaksa kamu untuk tetap berkarya di Lentera kita ini. Hanya mas berpesan jangan berhenti menulis dan jadilah diri sendiri.” kata Mas Robby serius kepada Yasmin.
“InsyaAlloh, Yasmin gak akan berhenti nulis dan akan menjadi diri Yasmin sendiri.” ujar Yasmin sambil tersenyum.
“Ini ada kenang-kenangan untuk kamu.” Mas Robby memberikan sebuah bungkusan kecil kepada Yasmin sebelum dia pergi.
Ternyata bungkusan itu berisi recorder dan ada pesan di dalamnya.

Ini akan bermanfaat bagi kamu. Aku berharap kamu tetap menjadi Yasmin yang dulu aku kenal.

Yasmin melipat kembali secarik kertas itu dan menyimpan recorder itu ke dalam laci meja belajarnya. “Terima kasih Mas Robby.” ucap Yasmin dalam hati. Dia bertekad akan membuktikan bahwa apa yang selama ini teman-teman yakini itu salah. Setelah ini Yasmin berniat berkarya dan berkontribusi untuk Rabb-Nya semata melalui tulisan-tulisan sederhana yang dia buat.