Minggu, 20 Februari 2011

Fine Tuning


FINE TUNING
Malam ini gak seperti malam kemarin. Mana bulan yang terang itu, entah kenapa aku tidak suka dengan kondisi langit malam ini, hitam tidak, merah juga tidak. Beruntung sebuah novel biografi Muhammad Saw. Lelaki Penggenggam Hujan-nya Tasaro GK, lumayan bisa menjadi teman pengusir sepiku ( tak apalah walau buku ini pinjam, bagi pemilik buku ini syukron sdh diikhlaskan untuk dipinjam ^^).

Ruhku sedang melanglang buana ke masa perang Uhud yang heroik itu terjadi, kadang sesekali kurasakan sedang berada di belakang kuduk Rasulullah Saw.–benar kata A.Fuadi penulis novel Negeri 5 Menara & Ranah 3 Warna −.

Ruhku juga sedang melanglang buana ke sebuah pelosok di Persia tahun 616 Masehi, Kuil Gunung Sistan. Terbayang para kaum penyembah api -Zoroaster- di masa itu yang sedang ketakutan akan kemunculan sang Nabi Baru yang sudah dinukilkan dalam kitab yang dibawa nabi mereka, Zardusht. Khosrou sang penguasa Persia pun sedang gundah gulana karena Kashva si pemuda cerdas mengabarkan bahwa para pengikut Nabi Baru itu akan menjadikan runtuhnya hegemoni kejayaan Persia.

Ah, seketika langlangan buanaku langsung berpindah menembus batas dan waktu, dari pelosok Persia abad ke-7 menuju ke pelosok kampung halaman abad ke-21 sekarang. Sudah 4 bulan aku disini, cepat juga rasanya, gak terasa sekarang sudah menjadi ibu guru, yah bukan hanya ibu guru matematika tapi semua mata pelajaran kecuali bahasa Inggris dan Olah raga tentunya.

Lima hari lalu aku mengikuti sebuah dauroh, dauroh itu mengingatkanku akan tiga tahun lalu, karena pernah mengikuti daurah semacam ini di kampusku dulu. Dengan muatan yang kurang lebih sama tetapi waktu, tempat, dan orang disamping kanan kiri yang berbeda. Sebelum acara dimulai sempat berbincang dengan salah satu sodara baruku disini. Ada wacana yang menarik yang memang pas banget dengan kondisiku atau mungkin kondisi kami saat ini, yaitu tetang “Penyamaan Frekuensi” atau dalam bahasa Inggrisnya “Fine Tuning”.

Bingung mau mulai darimana. Hmm...perlu adanya penyamaan frekuensi berarti bermula karena adanya perbedaan. Banyak sekali yang harus disamakan frekuensinya ketika diawal aku pulang ke kota ini. Mungkin bisa dianalogikan seperti, dari singa menjadi kucing dan kembali menjadi singa (mekso tenan). ADK ketika di kampus seperti singa, garang. Tetapi ketika pulang kampung berubah menjadi kucing, tidak lagi garang…(mohon maaf bagi yang tidak berkenan dengan istilah ini…^^). Kita memang sering menjadi singa yang garang ketika di kampus tetapi menjadi kucing manis dan imut-imut ketika kembali ke kampung halaman.

Pertama yang jelas adalah penyamaan frekuensi dengan keluarga baruku disini..sebagian besar ummahat, dari pemakluman disiplin waktu, semangat dakwah mereka, obrolan-obrolan mereka..(wah aku bosan sebenarnya bahas tentang ini). Bahkan seseorang butuh waktu cukup lama untuk dapat menyamakan frekuensi dalam masalah ini, sampai 3 bulan gak liqo karena belum siap menerima keluarga barunya. Semoga tidak berlaku denganku.

Kedua, amanahku sebagai guru SD dan pengalaman pertamaku langsung di kelas satu. Penyamaan frekuensi dengan anak-anak usia 6 hingga 7 tahun, yang paling berat adalah ketika aku diminta ngajar bahasa jawa (bahasa jawaku kan acak kadut).

Ketiga, hmm kembali dihadapkan dengan ibu-ibu. Yah penyamaan frekuensi dengan ibu-ibu ketika pertama kali ngisi majelis taklim, lagi-lagi bertemu dengan bahasa jawa.

Keempat, amanah baruku di flp..tahap paling berat kurasa, apalagi setiap kali ikut syuro dan ketika ikut up grading kemarin, inilah penyamaan frekuensi yang lumayan lah..kata mba Denok (piss mba..) harus menyamakan frekuensi dar AM ke FM..hihihi...

Kesamaan, keserupaan, atau keselarasan di antara beberapa hal adalah alasan mengapa hal-hal itu dinilai dan disikapi secara sama, serupa, atau senada sesuai konteksnya. Dan perbedaan, perlawanan, atau pertentangan yang terdapat di antara beberapa hal adalah alasan mengapa hal-hal itu dinilai dan disikapi secara berbeda, berlawanan, atau bertentangan sesuai konteksnya. Ini berarti bahwa penilaian dan penyikapan proporsional kita terhadap beberapa hal itu sangat ditentukan oleh pengenalan kita terhadap letak dan tingkat kesamaan serta perbedaan hal-hal tersebut. Allah mengeluarkan kalian dari perut-perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Dan Allah jadikan untuk kalian pendengaran, penglihatan, dan akal pikiran agar kalian bersyukur" (QS. An-Nahl: 78).

Aku yakin babak demi babak dalam setiap episode kehidupan kita tidak pernah terlepas dari skenario Alloh. Begitu pun ketika kita memutuskan untuk menjadi aktivis dakwah – sebutan yang begitu berat aku rasakan −. Ketika hidayah untuk ber-Islam secara kaffah datang menyapa, kita dituntut untuk selalu memperbaiki diri. Menjadi baik memerlukan proses, tetapi kita tidak bisa menunggu sampai menjadi benar-benar baik, baru mau mengajak yang lain menjadi baik.

Aku begitu terkesan dengan taushiyah yang disampaikan oleh seorang ummahat dalam memaknai babak demi babak dalam setiap episode kehidupan, ”Tak ada yang sia-sia. Apa yang sudah kita lewati semuanya indah. Ya! Semua terasa indah bila dibingkai dengan bingkai dakwah.”

Wallohu A'lam BishShowab.

Tidak ada komentar: