Selasa, 01 Maret 2011

Realita, buka mata buka hati!


Yang sebelumnya tak tersentuh, kini aku melihatnya dengan jelas.
Yang sebelumnya ku kira hanyalah kisah yang begitu jauh, ternyata ia begitu dekat denganku.

Dunia guru dan murid banyak membuka mata hatiku. Sebelumnya aku selalu terhibur dengan episode-episode yang penuh warna indah, tapi kini aku melihat masih banyak warna lain yang ternyata tak seindah lingkaran episode yang pernah kutemui.

Sedih, ketika kutemui beberapa murid kecilku memiliki keistimewaan dalam mengapresiasikan rasa ingin tahunya, rasa kecemburuannya sampai rasa ketidakterimaannya. Banyak orang mengatakan, “Huh, dasar anak nakal..” Kenapa ada perasaan gak terima di hati ini setiap mendengarnya? Bagaimanapun anak kecil ibarat kertas kosong yg belum ada coretanya. Makanya tergantung keluarga dan lingkungan, bagaimana mendidiknya. Seperti kata Kak Seto " Anak kecil adalah peniru yang baik ". Yap, benar ternyata setelah aku telusuri beberapa murid kecilku ini memiliki latar belakang keluarga yang cukup memilukan hati. Apa yang dia dapat dari rumah dia bawa dan praktekan di sekolah. Sedikit bercerita tentang murid-muridku..

Pertama, Badai (bukan nama sebenarnya), usianya hampir 7 tahun. Pertama aku melihatnya, dia memang yang paling menonjol, yang paling berani berkata ‘tidak’, yang berani berbeda dari yang lain. Dia selalu ingin ikut campur setiap peristiwa yang dialami teman-temannya, mungkin niatnya membantu mencarikan solusi, tapi malah jadi memperkeruh dan ujung-ujungnya tangan serta kakinya lebih mendominasi, ehm sudah kuduga jatuhlah korban. Dalam sehari bisa dua bahkan tiga korban berjatuhan, lagi..lagi Badai. Tidak hanya itu, pernah dalam satu pekan dia memakai seragam yang tidak semestinya, misalnya seragam yang seharusnya dipakai hari senin dia pakai hari selasa, dan seragam yang dipakai hari kamis dia pakai hari rabu. Ada-ada saja polah si Badai. Pernah suatu saat, ketika murid kelas 2 sedang olah raga, kran displenser dia buka dan mungkin lupa untuk menutupnya, galon yang masih terisi lebih dari setengah itu habis, ruang kelas pun menjadi banjir. Suatu hari yang benar-benar membuatku gemes, dalam sehari 4 kali dia ketahuan tidak jujur, pertama gak mengaku telah meminum juz jeruk yang bukan haknya, kedua bilangnya sudah membaca iqro dengan salah satu guru, eh ternyata setelah di kroscek hanya fiktif belaka, ketidakjujuran yang ketiga adalah membuang penghapus teman sekelasnya, jelas-jelas banyak saksi yang melihat, tetapi tetap bersikeras tidak mau mengaku, dan yang terakhir mengambil uang si pemilik juz tadi sebesar 2000 rupiah. Sebenarnya apa yang terjadi denganmu Badai? Saat ini Badai tinggal dengan Eyang kakung, Eyang putri dan ibu kandungnya. Pernah suatu hari aku bermain dengannya dan tidak sengaja ada permainan yang menanyakan nama ayah dan ibu. Badai dengan lantang mengatakan, “Gak tau, gak punya ayah!”. Ternyata semenjak Badai berusia 4 bulan, ayahnya tidak pernah pulang, dapat kabar ayahnya kerja di Kalimantan. Badai seorang anak yang mungkin haus kasih sayang ayahnya.

Kedua, Haikal (sekali lagi bukan nama sebenarnya), usianya sama seperti Badai. Aku perhatikan dia cukup pendiam. Ternyata di balik hemat omongnya dia termasuk sang pemberontak juga. Berkali–kali dia kabur dari sekolah. Sering kali dia tidak fokus dengan pelajaran, asyik bermain dengan temannya ketika guru menjelaskan pelajaran. Saat diperingatkan hanya diam, tak peduli dan kemudian mengulanginya lagi. Ternyata Haikal adalah korban broken home, diusianya 4 tahun ummi dan abinya bercerai. Sekali lagi kemungkinan Haikal juga tidak merasakan kasih sayang kedua orang tuanya selayaknya anak-anak seusianya yang lain.

Terakhir, Ikhsan (pasti bukan nama sebenarnya), konon kabarnya dia rajanya kelas satu. Aku tidak begitu memahaminya, yang aku tahun dari hampir 1 bulan aku disini, memang dia yang selalu menjadi dalang dari kaburnya anak-anak saat jam pelajaran sekolah. Kabarnya Ikhsan suka main mukul, nendang, dan meminta dengan paksa. Merasa paling ditakuti makanya hal itu sebagai senjatanya untuk mengancam. Hingga pada hari itu, entah sudah keberapa kali dia kabur, akhirnya kepala sekolah memutuskan “merumahkan Ikhsan selama satu pekan”. Memilukan, sungguh tak tega melihat si kecil Ikhsan pulang diseret ibunya. Kulihat ibu Ikhsan pergi meninggalkan sekolah dengan sesekali menyeka air matanya, dia menangis. Sepantaskah punisment itu ditujukan kepada si kecil Ikhsan? Setelah aku kroscek, dari umur 5 tahun hampir setiap hari Ikhsan melihat ibunya dipukuli oleh ayahnya sendiri, dan hanya beberapa bulan sekali ayah Ikhsan itu pulang ke rumah. Dari cerita beberapa rekanku, ketika ayahnya tidak di rumah, rupanya ada yang keliru dengan cara didik ibu serta kakak tertuanya, pukulan demi pukulan, tamparan demi tamparan selalu ditujukan ke Ikhsan ketika Ikhsan dianggap nakal. Sehingga apa yang dia lihat dan dia rasakan saat di rumah, dia bawa ke sekolah dan dipraktekkan dengan teman sejawatnya. Oh Ikhsan... semoga saja dengan dirumahkannya Ikhsan selama satu pekan, merupakan solusi terbaik untuk semuanya terutama Ikhsan dan keluarga.

-Kisah selanjutnya semoga saja ada ending yang insyaALLAH terlukis indah pada episode ini -

Allah ya kariim…Engkau telah memperkenanku belajar dari setiap kejadian yang Engkau tampakkan padaku. Ijinkanlah diri ini bisa belajar dan mengambil hikmah dalam setiap kejadian

Benarlah atas firman-Mu, “Mahasuci Allah yang menguasai segala kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, lagi Mahakuasa.

Ingin kukatakan, Banyak ladang amal di hadapanmu, wahai guru muda!!!! Bergeraklah!!

Tidak ada komentar: