Senin, 31 Januari 2011

Misteri Rezeki


Map biru tebal kini sudah ada ditanganku, selama empat tahun dengan berbagai lika liku yang menyertainya barulah aku diijinkan untuk menyentuhnya menggenggamnya bahkan memeluknya. Hari itu kampusku melulusakan ribuan sarjana,sudah menjadi harapan semua orang termasuk aku dan kedua orang tuaku pastinya dengan bebekal ijazah tersebut, kami dapat sesegera mungkin mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmu kami dan dengan penghasilan yang tinggi tentunya.

Jadi teringat akan gurauan beberapa teman, "Jangan mau lulus cepet, itu berarti kamu bakal cepet jadi pengangguran.."
"Ah...setidaknya kalo sudah lulus ada perasaan lega, satu fase sudah terselesaikan, tinggal mempersiapkan untuk menghadapi fase selanjutnya..", pikirku.
Ada lagi pendapat temanku yang lain, "Masih ada tanggungan, kalo semua lulus siapa yang akan ngurusi kampus? Malu je keluar dari kampus belum menghasilkan sesuatu.."
Hmm...Sifat manusia memang terus merasa kekurangan..Dia hanya melihat apa yang tidak ada, dia hanya melihat apa yang kurang, tanpa melihat sebenarnya dia sudah memiliki banyak hal. Begitu pula dengan 'kontribusi' yang dia berikan. Kan ada regenarasi, pengkaderanya bagaimana? Jangan jadikan amanah dakwah sebagai legitimasi untuk menghambat tidak lulus tepat pada waktunya. Yakinlah ini semata karena ada masalah pada menejemen diri kita..

Lho koq malah jadi mbahas masalah ini..? Kembali ke pokok topik kita yaitu masalah "Rezeki.."
Berbekal ijazah aku mulai membuat surat lamaran pekerjaan..Sudah aku siapkan sekitar sepuluh lamaran yang siap didistribusikan..:)..Dari pagi hari hingga siang, dari satu sekolah ke sekolah lainnya baik negeri maupun swasta, motor matic ku setia menemani.

Syukur atas segala nikmat yang Allah berikan kepadaku, jujur ketika mahasiswa orang tua hanya menuntutku untuk kuliah yang benar dan lulus dengan hasil yang memuaskan,cukup tanpa dipusingkan dengan perkara biaya apapun. Tetapi kini, aku merasakannya sendiri bagaimana mencari maisyah tidak segampang yang aku pikirkan dulu.

Salah satu penngalaman yang aku alami, ini nyata keluar dari seorang guru di salah satu SMP Negeri di kotaku, "Jaman sekarang sulit mba, kalau tidak punya koneksi."
"Koneksi macam apa?", pikirku.
"Mba harus membangun hubungan yang baik dengan Kepala Sekolah atau minimal Wakasek misalnya, atau perlu saya bantu?" itulah ucapan seorang bapak guru kepadaku ketika aku mencoba memasukkan lamaran ke sekolah tersebut.
"Saya takut Mba akan putus asa jika memang hanya bermodalkan lamaran seperti ini dari sekolah satu ke sekolah lainnya." jelas Bapak itu lagi.

Saya bisa nangkep apa yang dimaksud guru tersebut. Sedih, miris mendengarnya. Untuk menjadi guru honorer harus melalui jalan yang tidak halal..astaghfirulloh..!
Jadi teringat cerita kakak kandungku di sebuah Rumah Sakit, seseorang perlu membayar sepuluh juta rupiah untuk menjadi cleaning service di Rumah Sakit tersebut. MasyaAlloh. Bagaimana dengan profesi lainnya, seperti polisi misalnya??

Sebuah teka-teki kehidupan, banyak orang menghalalkan segala cara hanya karena ingin mencapai apa yang dia inginkan seperti masalah pekerjaan misalnya. Bagaimana pekerjaan itu akan mendapat keberkahan dari Alloh jika diawali dengan sesuatu yang tidak halal?

Hidup ini episodik, aku yakin sekali beruas-ruas seperti batang bambu, tidak lurus mulus seperti tiang listrik yang berada di depan rumahku. Ruas-ruas tersebut dipenuhi dengan pergiliran kehidupan antara kesempitan dan kelapangan. Aku meyakini hal ini, karena Allah menyebutkannya dalam sepotong ayat dalam QS. Al-Insyirah 5 – 6 … faa innama’al usri yusraan, innama’al usri yusraan ... sebuah kalimat yang sama diulang dua kali berturut-turut. Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan, setelah kesulitan ada kemudahan.

Dua bulan aku menanti lamaranku mendapat respon, tetapi ternyata belum juga teleponku berdering atau pun ada sms yang mengabarkan kabar gembira kepadaku.
Hingga pada akhirnya di suatu acara aku bertemu dengan seseorang, kami saling berkenalan..Alhamdulillah rencana Allah memang indah, ternyata Alloh menjawab doaku.Aku mendapat tawaran sebagai guru kelas di sebuah SD Islam Terpadu Alam, awalnya aku pun ragu bagaimanpun spesifikasi keilmuanku adalah menjadi guru mapel matematika di SMP, SMA maupun SMK. Bisa ditebak kedua orang tuaku pun tidak mendukung pada saat itu, mungkin dengan pertimbangan berapa gaji yang akan aku peroleh sebagai seorang guru di SDIT yang baru 3 tahun berdiri.

"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (QS. Az Zukhruf : 32)

Bahwa Allah-lah yang mengatur pembagian rezeki kepada hambanya, Allah-lah yang mengatur penghidupan kita (ma'isyah kita) bukan orang lain, bukan pelanggan, bukan pimpinan perusahaan dan bukan diri kita, tapi Allah-lah yang menentukan seberapa banyak rezeki kita hari ini dan esok.

Kita tidak pernah tahu takdir kita sebelum takdir itu terjadi, oleh karena itu tetaplah berusaha bekerja sungguh-sungguh dan banyak beramal kebaikan untuk menyambut takdir kita, karena kita akan dipermudah menuju takdir kita.

Kalau sekarang kita sedang dalam kesulitan dan kesusahan, jangan bersedih, sebab pada saatnya nanti kita akan diberikan kegembiraan. Mungkin 1 tahun atau mungkin 3 tahun lagi, kita bisa bercerita pada orang lain bagaimana kita bisa bertahan dan menasihati mereka cara menyelesaikan masalah serupa itu. Karena hidup ini adalah pergiliran, seperti yang aku katakan bahwa hidup kita seperti ruas-ruas bambu, sudah selayaknya bila kita tidak pernah lupa untuk bersyukur pada tiap jengkal rizki Allah.

Semoga ini mampu menjadi pengingat bagiku dan sahabat-sahabat sekalian untuk terus bersyukur atas segala nikmat yang Alloh berikan kepada kita.

Tidak ada komentar: